First Timer (2)

So we took our breath, and waiting for angkot to come. Ugh they offered us an irrational price ever. And finally, one of them decided to go with the super best price (though it’s still expensive). About 40 mins we arrived at Pertigaan and we chose the Papandayan, where there’s also Cikuray mount and another mount in the same path.

Hope
Pray
Before you travel to another places. And before we continued our journey to the peak of this mountain. For me, I am not a peak-hunter. I just wanted to feel the sensation with nature. Ah.

For me, though another people say that Papandayan is very perfect for a beginner, but still.. I think that my level is lower than any beginner. I feel soooooo tired and oh my breath 😦 Maybe it’s because i didnt do any exercises like running or any sports, so I felt like “Okay okay hold on, Fan. You have to try. You’re strong enough, and when you’re really tired, you can stop for awhile and rest.” And I was like the most lucky person on earth to have such wonderful friends around to go on a special place like this. They’re Alfi, Bedul, Mas Tri, Vito, Mbak Winda, Mbak Verlita and of course my only brother Fariz who helped me a lot in this journey.

Like when there’s a wild boar next to me, they really helped me! *sarcastic*
Like when there’s a bunch of motorcycles–what the heck theyre doing in a mount?!–and oh god i couldnt describe it by words.

First Timer (2)

First Timer (1)

Just call me a lazy, super lazy girl to do some sports. I mean, I already called it sports when I have to move my body from one place to another. When I’m running for the train that already came and I dont wanna ended up waiting for another one (well because only God know when’ll the others come after).

So, it was like a peaceful day when one of my friends asked me to climb a mountain! Well he really asked me, no kidding and I was like “YES YES I WANNA JOIN OF COURSE” My first thinking was, it’s just Papandayan Mount, who has been famous because it’s for beginner climber (like me!) because people said that the tracks arent really difficult as the others and you’ll got bonus at the top. Bonus yes, Edelweiss!

My friend also asked me to do some training like running or stretching or anything. But I am so busy that week (Just an excuse, but 75% true) So i didnt even do running!

That day..
Yes we agreed to depart at Kampung Rambutan Terminal in East Jakarta so I have to tagged on a Transjakarta with my brother, who also joined this event, lucky me that i didnt have to bring super big daypack haha :p I only got two shirts, sleeping bag, head pillow, sarong Bali, beanies, powerbank, extra socks, and sweater! And of course a MONOPOD! (But it just stayed up in my bag cause im too lazy to use the monopod)

Friday afternoon, at 6pm, we departed and it was like hell. All buses getting full by the comuter people so i felt like a sardinese fish in a can full of another fishes. Even i couldnt feel my leg because it’s too damn full. And, i have to transit in 2 other shelters TT

It took up almost 3 hours because the fcking jam everywhere!! And i hv to stand still on that corner and praying for the best.

Then arrived (yay), and waiting for the others. After we all 8 people gathered, so we chose the bus, there’s a bus which’s ready to depart and i forgot the name but it’s THE MOST UNCOMFORTABLE BUS EVER EVER THAT I HAVE EVER TRIED! I mean, it’s too tight and the chair is toooooo damn hard to sit. And i couldnt lean my head on the chair because it’s too short and my neck… Ugh! Even the driver drove it like a drunk man! Hate him 😦 and we finally arrived at Garut Terminal at 3am in the morning, so cold and dark. Wish to get some sleep on the bench and waiting for morning to grab an angkot to take us to-Pertigaan-i dont know the name.

One song that become our theme song in this trip is… Sakitnya Tuh Di Sini- by Cita Citata Well this song kept echoing in our mind like forever.. Everywhere we go, since it just become a hit song in here so everybody just keep playing again and again and again.

(Cont.)

F

First Timer (1)

Menghidupi

Divisi Dana Usaha dalam suatu organisasi biasanya adalah satu divisi yang paling gue hindarin dalam suatu kepanitiaan. Udah pernah pengalaman sih sekali, makanya gak mau lagi haha! Sebenernya asyik sih tapi gimana ya pressure nya tinggi. Ngga dapet dana, acara gak jalan. Ngga mungkin ngutang juga kan acaranya.

Beragam ide danus yang banyak dilakuin sama gue dan temen-temen di kampus kayak (1) Jualan kue di kelas pake box (kalo masuk kelas ada yg nenteng ginian pasti dia lg ngedanus, kadang ada dosen baik yang ngebeliin semuanya dan buat dimakan di kelas, dan sekelas langsung ngedoain yang baik-baik buat si mas/ mbak dosen) Paling males kalo dagangan nggak abis, tapi harus abis jadi palingan ngasih diskon dan sisanya si tukang danus yang nombok, atau bahkan si tukang danus yang ngebayarin semuanya #ngenes, (2) Jadi penonton bayaran! Ini sih namanya ladang duit, pernah ikut sekali dua kali, lumayan sih transport ditanggung, (kadang) dapet makan nasi box, duduk jadi penonton, tepok tangan dan ketawa sampe gila kalo disuruh sama FD (Floor Director-pengarah di studio saat on air), dan udah gitu dikasih duit. Tanpa perlu usaha keras haha kecuali ketawa keras dan agak maksa, putusin urat malu #tips (3) Garage Sale; jualan baju yang kita bekas pakai (tapi udah dicuci juga sih) dan juga beragam hal dengan harga murah di pasar pagi biasanya kayak Juanda atau pasar kaget gitu. Untungnya juga lumayan karena gak pake modal, cuma butuh mintain baju dari para panitia dan malesnya adalah biasanya garage sale Minggu pagi, iya Minggu dan super pagi. Malesnya udah diubun-ubun. Karena kalo kesiangan udah gak dapet lapak dan orang-orang udah pada pulang olahraga pagi.

Dan karena biasanya ngedanus itu ciri khas dari kepanitiaan, yang bleeding gak punya duit buat bayar ini itu, sekarang gue lagi mulai danus, tapi buat diri sendiri dengan bersama dua temen gue; Veve Aufa. Caranya dengan jualan segala yang bisa dijual (insya Allah halal haha)

Buat apaan sih?

Apalagi kalo bukan, bekal jalan-jalan.

Demi liburan ceria kita rela nyari duit daripada dimarahin emak bapak gara-gara minta duit mulu padahal udah seharusnya cari uang sendiri. Doakan kita ya guys! Yang mau beli danusan kita, dengan senang hati banget loh ditunggu yaw 😉
F
Menghidupi

Routines

So! Im just getting addicted with make up stuffs lately, after watching some Youtube videos about beauty bloggers and i was like “OH MY GOD WHERE HAVE I BEEN!” Okay so Im in this 20s (okay almost 21), i rarely use any skin care products. I only do some moisturizing cream before going out, body lotion and put some baby powders! Aha! Komodo baby powders is my only baby on earth! Its like my life saver *hugs*
What’s the cause?
Yeah, lazy. Or tooooooo damn lazy. I mean i gotta move my butts every morning (when i have class on 8am) so i need to wake up at 6.45 and cuddling again in my blanket for 5 mins then bathing. So it’s 7am! After that, choosing my shirts in the cupboard then grab some breakfasts (like super fastly fast!) Then im gonna run into angkot and trains every morning. So i dont have time to do some touch ups on my face and i dont have any courage to wake up before 6.45 (i know im sleepyhead)
Changing…
Yes everybody’s changing and i still be the same (no not that song) I wanna change too! So here I am. Trying to wake up early and do some simple basic make ups before going to campus! Ish such a lazy routines, but wish for a better future haha!
(Even i just bought a Garnier BB Cream)
(And Bobbi Brownd brushes)
(And SilkyGirl pen eyeliner)
(And Original Source Body Butter)
(And. Garnier Night Cream)
Okay im getting really crazy with this stuffs but i enjoyed it (and trying to love it, wish me luck!)
So here’s my first post in November! Wish to read yours too 😉
F
Routines

Jogja Lagi!

“Yuk lah jalan kemana kek, bosen nih di Depok mulu”

Cetusan kayak gitu muncul terlalu sering dari mulut kita bertiga, Gue, Veve dan Aufa. Kita adalah segerombol anak yang seakan punya duit banyak untuk dihamburkan untuk jalan-jalan, kata orang. Padahal…

“Kemana nih?”
“Cirebon?”
“Garut?”
“Tasik?”

“JOGJA DEH”

*cari tiket*

“EH MASIH ADA NIH 50.000 ONE WAY, tapi berangkat Sabtu pulang Senin, kan gue sama Aufa kelas pagi!”

“Cuss besok pagi kita booking tiketnya di kampus ya”

Besok pun akhirnya kita memutuskan untuk membeli tiket, 20-22 September 2014. Pergi naik Progo, pulang naik Bengawan. Bismillah aja deh.

Sebelum hari H, hampir lupa kalo kita mau ke Jogja saking singkatnya (1 MALAM COY)

Hari H…
“Kumpul di Stasiun Senen aja yah langsung jam 9 malem, kan kereta jam 22.30.”

“Fan, gue udah berangkat nih udah di kereta. Turun di Stasiun Senen kan ya?”

Setelah mempertimbangkan, akhirnya gue minta Aufa turun di Stasiun Gondangdia dan naik ojek dari situ, karena kalo ke Senen akan lebih muter lagi. Sedangkan gue akan dianter sama bokap gue, tetapi akhirnya bokap gue ngambek nggak mau nganterin tanpa sebab. Ish. Naik kopaja P20 lah akhirnya gue.

Veve masih belum berkabar dan gue berangkat di Kopaja jam setengah 9 malam. Itu kopaja udah kayak diskotik. Musiknya kayak bikin budeg, budeg beneran. Veve tiba-tiba nelpon, dan saking kencengnya itu musik, gue ga denger sama sekali si Veve ngomong apaan. Dengernya cuma Gading, gatau Gading gajah apa Gading nama tempat. Sedangkan Aufa yang rumahnya paling jauh di Bogor malah udah sampe duluan di Senen.

Drama pun dimulai..
Ini kopaja kenapa ga lewat Monas? Mana udah jam 9. Semakin jiper gue. Ternyata si abang supir ga lewat Monas karena macet parah (iyalah malem Minggu) dan lurus ke arah Kwitang. Gue baru sekali lewat situ dan di saat ngejar waktu, gue kira dia menjauh. Ternyata malah tambah deket, alhamdulillah.

Jam 9 lewat dikit akhirnya gue sampe ketemu Aufa.. dan Veve ternyata masih di Gading, iya Gading Kelapa Gading dan baru selesai nonton bioskop. Baru jalan ke Senen. Kita pun galau mana antrian masuk check in nya ngantri buanged, akhirnya kita berdua ngantri dan nungguin Veve sambil duduk di bawah. Veve bilang udah di jalan kena macet dan ternyata dia naik mobil. Hell. Kita kerjaannya ngeliatin jam terus.. Jam 10 malem Veve belum muncul, 10.15 pun belom muncul. Dibilang 6 menit lagi sampe. Gue pun memutuskan, kalo 10.25 kita harus masuk peron.

Dan detik-detik itu terjadi… Veve bilang udah deket.

Dan akhirnya.

22.28 Veve akhirnya muncul.


Ciao bella Senen and Jakarta!
Jogja Lagi!

Jelajah Kampung Arab Pekojan with Traveller Kaskus #TravellerBerbagi

“Kak, kakak mirip Dahlia Poland deh”

Satu kalimat yang bikin gue suka senyum sendiri karena terlontar dari seorang anak kecil cewe saat kita baru aja selesai buka puasa bersama di Kawasan Kota, tepatnya di depan Langgar Tinggi.

Saat itu gue pun cuma jawab, “Hah? Dahlia Poland siapa sayang?” dan anak itu malah ngumpet di balik temennya lagi dan meninggalkan gue yang bengong karena gatau itu siapa. Kemudian temennya yang di depannya nyamber “Ituloh kak yang di GGS”. Oke jujur gue agak roaming dan baru nyadar kalo GGS itu Ganteng-Ganteng Serigala yang tayang di salah satu stasiun TV swasta, semacam sinetron gitu tapi beneran deh gue ngga pernah nonton.

Gue pun langsung googling tentang siapa itu si Dahlia Poland… dan ternyata. googling aja deh sendiri haha! Jadi geer.

Oke jadi ceritanya hari ini (6/07) gue ikut event dari Traveller Kaskus yang namanya #TravellerBerbagi. Event yang berisi beberapa rangkaian acara dalam satu hari (atau setengah hari) mulai dari talkshow, jelajah Kampung Arab Pekojan dan Buka Puasa bersama anak-anak yang kurang mampu.


13.00 registrasi dimulai
Gue pun jalan dari rumah jam 12.30 karena kesiangan. Naik TransJakarta sampailah ke venue -nya di Museum Bank Mandiri di Kawasan Jakarta Kota. Sampe sana gue nanya itu tempatnya di mana ke abang satpam depan, katanya masuk aja. Ya iyalah bapaknya ini gue juga masuk, Untung lagi puasa jadi sabar. Mana sepi gitu museumnya dan gue sendirian. Kayaknya gue malah belak belok terus isinya mesin-mesin gede dan gue ngeri gitu jadilah balik ke depan, mau nanya yang jaga depan.
Eh ada orang tuh, tanya ah. Baru mau nanya. Ternyata patung. IYA PATUNG. Untung gue sendirian jadi kan nggak malu. Masa gue hampir nanya ama patung gegara patungnya segede orang dan pake baju. Duhileh.

Akhirnya gue lurus-lurus aja, nemu lah aula nya, eh ketemu Kak Paijo jadi ada temen hehe dapetlah pita warna kuning setelah regist dan taro buku di dropbox Bookpacker Indonesia. Gue mau ganti pitanya pink tapi nggak boleh 😦 yaudah deh haha

Acara dimulai jam 14.15 dengan talkshow yang diisi oleh Mbak Erliza; Community Manager Hijab Speak, Mas Yudasmoro; managing editor di Majalah Travel Panorama dan Get Lost, dan Mbak Windy Ariestanty; professional editor dan writer Travelogue Life Traveler (psst.. she’s one of my fav authors! and she’s one of the reasons why I join into this event)

Talkshow berjalan dengan lancar mengenai makna traveling dan pengalaman dari para narasumber tentang traveling di bulan Ramadhan. Banyak inspirasi yang bisa didapat dari yang dibagikan oleh para narasumber.

Setelah talkshow selesai kira-kira pukul 15.30 dan langsung break sholat Asar sebelum kita mulai jelajah Kampung Arab Pekojan. Tapi sebelumnya buka sesi foto sama Mbak Windy hehe dan fotonya blur mulu 😦 untung akhirnya bisa dapet yang (lumayan) bagus.

15.45 Keliling Kampung Arab
Gue ikut kelompok ketiga yang mana kelompok terakhir berangkat dan dipandu oleh Kak Aryo. Baru keluar ke arah belakang Museum Bank Mandiri. Di sampingnya ada Museum Bank Indonesia yang ternyata sejarahnya adalah bangunan rumah sakit dan di belakangnya mengalir Kali (sungai) yang mengalir hingga ke Karet yang mana adalah kompleks pemakaman. Sehingga saat ada jenazah yang ingin dimakamkan, transportasi menggunakan perahu dari belakang rumah sakit hingga ke pemakaman di Karet. Di saat sampai di Karet, maka akan dibunyikan lonceng peertanda jenazah sudah datang dan siap untuk dilakukan upacara pemakaman.


Di deket situ juga ada Toko Merah yang udah famously famous dan ternyata dulunya adalah rumah seorang petinggi Belanda yang memiliki banyak budak di rumahnya. Daerah situ adalah daerah Pecinan dan menurut kepercayaan orang Cina, warna merah adalah warna yang membawa hoki, sehingga rumah tersebut juga dicat dengan warna merah untuk menghormati orang Cina di kawasan tersebut.

Daerah di sana mayoritas adalah kota di mana pusat pemerintahan dan segala perekonomian berlangsung di sana. Makanya dinamakan Kota karena merupakan pusat dari Batavia/ Jakarta. Hal ini didukung dengan letaknya yang dekat dengan Pelabuhan Sunda Kelapa.

Saat itu kita masuk ke Jalan Malaka, Kecamatan Roa Malaka dan ada satu jalan yang namanya Jalan Tiang Bendera. Nama ini berasal dari tiang bendera yang dipasang di depan rumah Kapiten Cina pada pertengahan abad ke-18. Jika sudah waktunya untuk membayar pajak kepala, sewa rumah dan beragam pajak lain, maka tiang bendera di rumah tersebut dikibarkan bendera. Maka dari itu daerah itu diberi nama Jalan Tiang Bendera.

 

Jalan lagi ke daerah Pasar Pagi yang mana merupakan Pasar Pagi Lama dan bangunannya sangat bergaya Cina dengan dominan warna merah. Pasar ini merupakan cikal bakal Pasar Pagi Mangga Dua. Karena itu hari Minggu maka suasana pasar terlihat sangat sepi karena mayoritas toko tutup pada hari Minggu.

 
Maaf bukan iklan -_-
 
 🙂

Kemudian jalan dilanjutkan ke kawasan Tambora, Pekojan yang dinamakan Kampung Arab. Jalannya sempit-sempit dalam bentuk gang dan rumahnya mepet-mepet satu sama lain. Nama-nama kampung di Jakarta pada era tempo dulu dinamakan sesuai dengan etnis mayoritas yang menempati kawasan tersebut; Kampung Cina, Kampung Arab, Kampung Melayu, Kampung Bandan dsb. Tetapi untuk Kampung Arab, etnis Arab itu sendiri sudah terlihat sangat minoritas tetapi masih terlihat dari beberapa orang yang memiliki hidung dan mata khas Arab juga bangunan dengan corak budaya khas Timur Tengah. Untuk pengaruh terbesar Timur Tengah adalah budaya dari Hadramaut, negara Yaman.

Jelajah dimulai dari sebuah masjid yang berada di gang kecil, Masjid Al Anshor. Masjid ini dibangun oleh orang Arab dan India yang menempati daerah di sana. Masjid ini diwakafkan oleh seorang warga negara India tetapi tidak diketahui siapa. Dan di dalam masjidnya ada dua buah makam yang diyakini adalah makam dari orang India tetapi tidak diketahui siapa. Masjid ini agak bercorak Betawi.

 
Program dari USAID

Di sepanjang gang masuk Pekojan
 Pemukiman yang mayoritas Tionghoa

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Masjid Ar Raudah yang melewati rumah orang-orang di sana, banyak anak-anak kecil yang teriak “sahur sahur” waduh ini anak demen amat sahur, bukanya kapan dong hahaha tapi gapapa deh, mukanya agak Arab gitu sih. Masjid Ar Raudah diutamakan untuk kaum perempuan. Arsitektur masjid ini bergaya Betawi-Belanda, yang berumur kurang lebih 130 tahun dan ada hiasan ornamen dinding bertuliskan huruf Arab. Kaum laki-laki boleh solat di sini tetapi hanya untuk solat 5 waktu, bukan solat berjamaah. Dan untuk kaum laki-laki, dapat solat di Masjid Jami An Nawwier.


Aksen bergaya Betawi

Ornamen di dinding masjid
Di dalam masjid
 Anak bocah yang teriak sahur-sahur dan mukanya agak-agak Arab walaupun gerak karena tuh bocah lari-larian


Masjid Jami An Nawwier merupakan masjid terbesar di Jakarta Barat dan berdiri sejak tahun 1760. Masjid ini pada abad ke 18 diperluas oleh Sayid Abdullah Bin Hussein Alaydrus seorang muslim tuan tanah kaya raya yang namanya diabadikan menjadi Jalan Alaydrus di tempat ia tinggal di Batavia. Di sekitar masjid ini terdapat beberapa makam tua dari para ulama besar di Pekojan. Di masjid ini terdapat sebuah menara yang cenderung terlihat seperti sebuah mercusuar dengan tinggi 17 meter, yang sejarahnya dahulu digunakan untuk menyembunyikan senjata untuk bertempur dengan Belanda. Masjid ini juga memiliki 33 pilar besar.  Kemudian juga terdapat lima pintu dari arah barat ke timur melambangkan rukun Islam, dan enam jendela pada bagian selatan melambangkan rukun Iman. Secara keseluruhan, masjid ini ditopang oleh 99 pilar, melambangkan jumlah asmaul husna.

 

Masjid-masjid di sini rata-rata tidak terdapat kubah besar, seperti ciri khas masjid di Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa pengaruh terbesar budaya Timur Tengah di sini adalah berasal dari Hadramaut, salah satu provinsi di Yemen yang mana masjid di sana tidak menggunakan kubah besar.

Masjid tak berkubah

Ciri khas masjid ini adalah terdapat sebuah pohon kurma dan ketika berbuka puasa maka akan terdapat buka puasa bersama di teras masjid dengan beragam takjil. 
 (katanya) pohon kurma
Suasana di jalan

Di daerah itu, mulai tercium bau kambing. Dan ternyata di daerah situ adalah tempat penjagalan dan terdapat sebuah jembatan yang terkenal yakni Jembatan Kambing. Jemabtan ini dinamakan Jembatan Kambing yang berdiri di atas sebuah Kali, di mana para kambing yang akan disembelih harus melewati jembatan itu untuk masuk ke rumah penjagalan kambing, maka dari itu dinamakan Jembatan Kambing. Dan emang bau kambing sih.
Kemudian tujuan terakhir adalah Langgar Tinggi. Langgar berarti masjid atau mushola. Langgar Tinggi merupakan sebuah masjid yang dibangun pada 1829 M dan terdaftar sebagai cagar budaya. Di Langgar Tinggi ini kami berbuka puasa dengan kurma dan air putih. Nyam seger. Langgar Tinggi terdiri dari dua lantai, tetapi yang digunakan untuk solat hanya di lantai dua. Sedangkan di lantai dasar hanya untuk wudhu dan ada toko yang menjual parfum sejak zaman dahulu. Dari luar bangunan sangat tidak terlihat bahwa bangunan tersebut adalah masjid, hanya papan nama masjid yang menyimbolkan bahwa bangunan tersebut memang masjid dan merupakan masjid tua yang ada di Jakarta.


Langgar Tinggi


Papan nama di Langgar Tinggi

Selesai deh tuh kita balik lagi ke Museum Bank Mandiri dengan nyarter Kopaja haha asyik deh pokoknya. Sampe sana ta’jil dan makan udah ada. Menunya Nasi Kebuli. Enak kalo buat yang doyan, sedangkan gue pasrah ngeliatin itu bawang banyak banget hiks untung gue bawa BasReng (Baso Goreng) sang penyelemat.
Kegiatan ini diliput oleh NET Mediatama untuk ditayangkan di esok harinya (ini gue jadinya yang mikirin reporter-nya kapan ngeditnya, semangat ya kakaknya! I feel it..)
Sangat amat senang dan melelahkan! Tapi rasa lelah itu nggak membuat gue kecapean karena banyak banget ilmu yang didapat dan juga bisa masuk tipi dan dibilang kayak artis (NORAK BANGET GUE) yaudah bodo amat yang penting masuk tipi, jarang-jarang anak Industri Kreatif Penyiaran bisa ada di depan layar.
Semuanya pokoknya terima kasih buat Traveller Kaskus yang udah ngadain acara keren nan gaul ketjeh ini. Semoga dengan saling berbagi semakin mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas segala yang diberikan oleh Allah SWT. See you again soon!
 

Jelajah Kampung Arab Pekojan with Traveller Kaskus #TravellerBerbagi

Camping di Pulau Perak


               

So! Holiday is coming! Libur t’lah tiba! (lagu Tasya

Baru aja selesai UAS hari Jumat, 13 Juni 2014 dan kebetulan ada ajakan reunian dari Trip ke Ujung Kulon tahun lalu buat camping ke Pulau Perak hari Sabtu-Minggu, 14-15 Juni 2014. Daripada bengong mikirin hasil UAS, mending ikutan! Iseng ngajak Karina dan Bedul, mereka mau join! Cabs!
Hari Jumat kebetulan pulang sore banget dari kampus, langsung ke rumah Karina di Duren Sawit karena besoknya kapal berangkat dari Angke jam 7, dan supir Karina bersedia nganterin jadi nebeng deh. Si Bedul Sabtu subuhnya baru ketemuan di depan Lotte Shopping Avenue. Kata dia, dia ngga jadi nginep rumah Karina karena ada Belanda lawan apaan gitu di World Cup………………………..
Sabtu subuhnya jam setengah 5 gue bangun dan mandi, jam 5 lewat 5 langsung caw! Ketemuan deh sama Bedul, dan kita berempat gak ada yang tau tempatnya di mana dan lewat mana. Untungnya ada Garmin! GPS penyelamat! Walaupun gue dulu udah pernah ke Angke buat ke Pulau Pari, tapi dulu naik Transjakarta terus angkot merah dari Grogol. Jam 6an udah di kawasan Angke dan macet, dan mulai tercium bau-yang-cuma-ada-di-angke. Akhirnya kita mutusin untuk jalan kaki aja untuk masuk ke dalem pasarnya itu. Kayaknya habis ujan gitu jadi becek, untung tas gue enteng.
Pas udah agak masuk, langsung tuh ada tukang odong-odong motor yang pake pick up belakangnya buat narik sampe ke Pom Bensin tempat meeting point. Bayarnya goceng aja. Dulu kayaknya gue pernah jalan kaki tapi kata si supir odong-odong “becek banget banjir”. Yaudahlah demi berkorban supaya kaki tetap mulus dan bayar goceng doang akhirnya kita milih untuk naik si odong-odong. Dan benar saudara-saudara, becek dan banjir banget. Worth it 5000-nya.
Pom Bensin- meeting point
Di sini ternyata yang kayaknya baru dateng gue doang bertiga padahal kita udah insecure ngeri ketinggalan kapal yang cuma sehari sekali. Masa batal pulang lagi. Ogah dah. Akhirnya nanya ke yang lain di grup, ketemu lah sama Mbak Dewi dan Mbak Suci. Terus mulai ketemu lagi sama Pak Aidy dan 2 anaknya-Wawaz dan Faza. Semakin insecure mengenai keberadaan yang lain karena semakin siang dan semakin sepi juga itu pom bensin karena orang-orang udah pada ke kapal.
Kocak adalah ngeliat orang banyak yang saltum (re: salah kostum). Ini orang pada nggak tau Angke apa ya. Ke Angke pake wedges, pake dress cantik, wangi, wuih macem artis. Segalanya kalah deh sama becek dan “wangi”nya Angke!
Akhirnya kita yang ada di situ ketemu sama Mas Tri (yang ngurusin segalanya mulai dari sewa kapal dan begimana kita di sana, baik banget!) dan juga Mas Desman yang punya lensa keceh nan gaul ciamik! Kita pun diminta untuk ke kapal yang menuju ke Pulau Harapan dan tag tempat untuk 14 orang. Slow but sure,akhirnya satu per satu orang dateng dan jam 8 kapalnya jalan. Semuanya nambah Mbak Lisa, Mbak Nurma, Mbak Achie, Mbak Miya. Bismillah. Jangan lupa doping Antimo dong! *bukan blog promosi*
3 jam kemudian..
itu antimo efeknya emang mangstab! Ditambah tidur kurang semalem, enak banget tidur melonjorin kaki, tiba-tiba dingin. Wah cuaca lagi mendung-mendung gini, alamat ngga enak nih. Tapi yaudahlah ya lanjut!
Akhirnya oh akhirnya.. Kapal Rajamas pun bersandar, yay Pulau Harapan! Dan gerimis… yaudah haha yang penting hepi! Tapi laper. Jadi pikiran udah ngga beres. Kebelet pipis sebelum ke Pulau Perak yang mana pake kapal kecil. Yaudah pipis dulu di kapal gede tadi, dan ngga ada air. Pakelah Aqua (Vit atau Prima juga silahkan)
Pulau Perak
Laper laper laper. Perut keroncongan udah jam 11an. Akhirnya emang kita udah pesen makan di si ibu yang buat sewa kapal kecil. Lumayan lah nasi kotak isi nasi, ikan goreng, sayur asem, sambel, pisang dan minum. Yum!!! Gue makan habis! Sambelnya enak banget puedesz. Asal nggak mules, mengingat kondisi si kamar mandi di Pulau Perak yang… bisa dilihat sendiri kalo kalian di sana^^
Sejam kira-kira akhirnya sampe Pulau Perak! Wah ada ayunan dan hammocknya. Tapi sayang cuaca agak mendung-mendung gimana gitu. Pas sampe langsung bangun tenda, gue setenda sama Karina, Mbak Uci dan Mbak Dewi di tenda yang paling gede 😛 Setelah semuanya settle, berangkatlah kita untuk snorkeling. Cuss ganti baju. Uh so excited!
Snorkeling-gayanya deh!
Setelah bingung gara-gara mulai hujan gerimis (Now Playing: Hujan Gerimis) tapi tetep aja gue udah kangen sama air laut dan si ikan-ikan berkeliaran. Walaupun gue tetep masih pake pelampung tapi enak jadi ngambang 😀 berenang sana sini di 2 spot, nyebur dua-duanya tapi ikannya bagusan yang di spot kedua. Ciri khas ikan di Kerpulauan Seribu. Yang garis-garis kuning. Terus karangnya juga banyak dan dangkal. Model bentuk karangnya ada yang kayak bunga-bunga, ada yang gede, ada yang kayak pipih gitu. Maafin deh gue ngga tau namanya apa hehe
Selesai snorkeling, gue dan Karina udah nge-tag mandi duluan. Dan you know who, bentuk kamar mandinya… jauh dari kata layak. Mau air tawar (atau payau) harus nimba dulu dn air yang harus ditimba itu entah kotor apa gimana bahkan air ujan juga ketampung di situ. Dan di situ kita nggak diperbolehkan untuk BAB a.k.a boker. Jadi tahan-tahan aja yak, atau mau gali pasir juga boleh :p
Di sini sinyal sih ada kalo gue pake XL dan Karina pake Telkomsel, karena masih deket ke Pulau Harapan. Tapi nggak ada listrik sih, jadi bawalah powerbank ya supaya gadget tetep ON.
Malem
Hari pun mulai gelap, gue Karina dan Bedul main-main di pasir dan ayunan yang agak-agak gimana gitu ayunannya. Bareng sama Wawaz yang kelas 5 SD dan Zaza yang kelas 3 SD-tapi snorkeling dan berenangnya lebih jago mereka daripada gue….. Nasib.
Ngantuk. Masuk ke tenda, setelah sebelumnya makan dulu dengan beragam makanan instan dan BASRENG hahahaha! Akhirnya ketiduran, dan kebangun diajak buat api unggun-an sambil bakar sosis (?) dan marshmallow; yang dibawa sama Mbak Suci dengan niatnya haha! Terus deh udah deh eh ternyata ujan gerimis aje, masuklah kita ke tenda terus bobo…. Tapi ngobrol-ngobrol dulu sama Mbak Uci dan Mbak Dewi sedangkan Karina udah lelap… Dan tiba-tiba hujan semakin deras dan….
.
.
.
.
.
.
Tendanya bochor! Bochor! Bochorrrr!
Panik mana air ujan juga rembes di kanan kiri belakang. Air laut mulai pasang dan hampir masuk ke tenda juga. Akhirnya dibuatlah tenda lagi yang kecil. Untungnya masih ada tenda lagi dan bisa tidur dengan agak nyenyak walaupun tak berkasur dan GERAH BANGET MEN!
Camping di Pulau Perak

A Little Glance of Indochina

First Day, Vietnam, January 19th 2014
Gue nggak berharap akan bertemu macam-macam di sini, jadi gue santai aja. Pas turun pesawat, weh, boleh juga bandaranya, lebih sepi, adem juga, dan rata-rata penumpang pesawat juga orang Vietnam. Kocak adalah ketika di samping gue ada ibu-ibu orang Vietnam yang ngajak gue ngobrol, jadilah gue sahutin dia bilang dia kerja di Malaysia jadi dokter terus sekarang anaknya mau ulang tahun jadi dia pulang ke HoChiMinh City (HCMC). Tapi gue nggak yakin juga sih itu yg dia katakan, karena dia ternyata juga bingung dengan apa yang dia katakan……………………………………………………….. yaudah gapapa dia jg baik beli makanan terus nawarin gue makan.
Turun pesawat bareng si ibu itu terus dia tiba-tiba ngomong:
“Please photo, photo.”
dan gue “Hah? Sorry?”
“Yes please photo, I, photo”
oke gue kira gue mau difotoin sama dia, tapi ternyata
dia minta gue fotoin dia pake HP gue, supaya gue inget sama dia, dan ya, gue inget :”)
Ibu yang minta difotoin 🙂
Pemeriksaan di imigrasi berjalan biasa aja, masuk chop paspor tapi kok ya seragam petugas di bandaranya keren gitu, tapi maaf gak sempet ada fotonya hehe
Lanjut mau naik bus aja ngirit, ke arah Pham Ngu Lao Street, di mana penginapan kita berada. Keluar dari bandara, agak kaget, kenapa banyak banget orang di luar pas bandara. Oke gue kira ada demo atau entah apa, tapi mereka cuma duduk doang nggak ngapa-ngapain, cuma ngeliatin orang yang keluar dari bandara. Serame itu. Dan kayaknya… asumsi gue, bandara ini dekat rumah-rumah gitu jadi kan biasanya orang-orang suka aja gitu main (wisata) di bandara kayak Bandara Kuala Namu Medan yang banyak orang dateng pas baru dibuka.
Rame banget kan, kayaknya ga mungkin kalo semuanya penjemput sih.
Sampe di penginepan (yang ternyata ada di gang) dan LEBIH TERNYATA, Internet di sana tuh super duper kenceng pake banget udah nggak paham lagi, kamar ber-AC, murah banget, pokoknya segala hidup enak dan murah deh.
Besoknya Cu Chi Tunnel Tour dong! Buat tour kali ini sengaja pake tour karena kayaknya lebih murah dan kita nggak punya waktu banyak untuk keliling, jadi kita ambil yang half day tour.
Di bus isinya orang bule asing semua, dan tour guide nya gokil banget walaupun Bahasa Inggris-nya bikin gue nyerah dan milih tidur aja. Bus berhenti, gue kira udah sampe.. Ternyata kita mampir dulu ke sebuah tempat kerajinan gitu yang isinya dibuat oleh orang-orang difabel yang mereka rata-rata korban perang hiks
 Semuanya dibuat handmade, jadi ada diperlihatkan workshop pembuatannya 
juga hingga penjualan.
 Hasil kerajinannya, buat taro botol. keren bagus banget. 

Kendaraan mereka

Gersang panas banget. 

Akhirnya bus berangkat lagi dan sampe lah kita di Cu Chi Tunnel.

The tunnels of Củ Chi are an immense network of connecting underground tunnels located in the Củ Chi district of Ho Chi Minh City (Saigon), Vietnam, and are part of a much larger network of tunnels that underlie much of the country. The Củ Chi tunnels were the location of several military campaigns during the Vietnam War, and were the Viet Cong‘s base of operations for the Tết Offensive in 1968.
The tunnels were used by Viet Cong soldiers as hiding spots during combat, as well as serving as communication and supply routes, hospitals, food and weapon caches and living quarters for numerous North Vietnamese fighters. The tunnel systems were of great importance to the Viet Cong in their resistance to American forces, and helped to counter the growing American military effort.
Inside. Susah keluarnya T____T hampir ditinggal rombongan… #resikoikuttour
 Tour guide paling gahowlz.
Jadi dulu ceritanya kayak gini.
Di tunnels yang ada sekarang, ukurannya udah diperbesar nggak kayak yg asli, jadi cuma replika aja. karena ini kan udah jadi tempat wisata dan badan orang bule rata-rata gede jadi diperbesar biar mereka pada muat. Kata tour guidenya, tentara Vietnam itu makannya singkong terus pas akhir tour pada dikasih singkong, itu bule-bule ngeliat singkong rebus pada penasaran amat padahal singkongnya udah dingin -___- mana enak. Terus juga katanya minumnya air cabe biar pada kuat gitu. Ya ampun gue mah nggak kebayang kerasnya hidup pada masa itu.
Cu Chi Tunnels ini pun adanya kayak di hutan tapi hutan sekarang kayak udah dimodifikasi untuk tujuan wisata. Di awal, seluruh peserta tour disuguhin film tentang perjuangan tentara dan sebagainya baru lah tour dimulai. Overall menurut gue tempatnya udah terlalu touristy, tapi emang serem juga ngebayanginnya, banyak banget contoh jebakan yang dulu dipakai untuk ngejebak musuh, ada juga tank hasil sitaan yang dirampas. Perang emang selalu pahit untuk diingat.. Bahkan saking banyaknya jebakan, pemerintah sana melakukan pembersihan besar-besar an di daerah situ sehingga tempat itu bener-bener aman dari jebakan dan segala macam perangkap. kan nggak lucu juga kalo lagi tour tiba-tiba kejebak.. alhamdulillah nggak ada yang kejebak sih.
Vietnam is such a nice country (walaupun pake dollar)..
Di taman di Pham Ngu Lao disediakan alat olahraga buat para masyarakatnya main pas sore, dan emang dipake olahraga bukan cuma pajangan doang. Orang asing dan masyarakat pun saling membaur, main shuttlecock yang ditendang-tendang gitu kayaknya khas sana (cuma 1 dollar harganya).
Tapi satu hal yang agak gimana ya makanan, susah nemu makanan halal, akhirnya makan Burger King dan KFC. Yaudahlah 😦 dan akhirnya…
Malem-malem main ke Ben Thanh Market yang terkenal itu. Mahal ah kata gue, murahan Tanah Abang dan Jatinegara hahahaha~ Terus akhirnya nemu Restoran 1 Malaysia, alhamdulillah halal. Tapi mahalnya bikin shock jantung, tapi enak banget! Lebih enak dari di Malay-nya hahahaha!
Ben Thanh Market as a Background

Ben Thank Market at night, ternyata banyak banget orang Melayu Malaysia 
yang jualan di sini, dan harga kain untuk baju kurung Malay di sini murah banget, bahkan 
banyak para pemborong langsung dari Malay untuk dijual lagi!

NYAMMM!!
Ada yang unik juga adalah gaya orang sana kalo sarapan atau kongkow malem, kayak di bangku jengkok kecil di bawah gitu terus sambil ngobrol. Biasanya makan mie khas Vietnam itu atau kopi kalo malem-malem.
Sarapan yuk!
Suasana pagi depan hostel.
Harga tanah di Vietnam mengakibatkan rumah-rumah di Vietnam rata-rata pada sempit, tapi tinggi-tinggi banget! Hostel gue aja seuprit tapi tinggi amat 5 lantai kayaknya (pegel broh gue di lantai 4) tapi such a super recommended hostel! Murah dan dekat ke mana-mana, WIFI kenceng, Mbak-mbaknya baik banget, namanya Ngoc Thao Guesthouse.
SATU HAL TER-NGGAK PAHAM:
MOTOR BANYAK BANGET IYA BANYAK BANGET SUMPAH DAN HELMNYA KAYAK HELM PROYEK YANG CEPLOK DOANG!
Jumlahnya bisa lebih membludak daripada ini…… berkali-kali lipat
Next day, caw ke Cambodia!!! See you~
A Little Glance of Indochina

I’m on Vacay, Thank You

“Fan, jalan yuk!”
“Fan, liburan kemaren ke mana aja lo?”
“Liburan besok mau jalan ke mana lagi, Fan?”
“Gila duit lo gak abis-abis liburan mulu, Fan!”

I dont know why people around identified me with this “jalan-jalan” things ..

But, still im just saying “kemana aja deh yang penting jalan!”

(I’m not showing it off right now)

January 2014, I’ve been traveling around Malaysia, Thailand, Vietnam and Cambodia (just a piece of them)

February – March 2014, I’ve been traveling around my house and campus.. still it’s traveling

April 2014, Well Dieng Wonosobo is such a good refresher in the mid of hectic weeks.

So, im gonna tell you more…

I’m on Vacay, Thank You

(ngga) Tahu Diri

Gak terasa sekarang udah bulan April dan gue udah puasa nge-post sejak years ago. Kali ini judul post terlihat agak menohok, buat gue yang nulis. Entah terkadang gue pikir gue emang terlihat (ngga) tahu diri.

Kuliah semester berapa, Fan? Enam. Iya enam. Sebentar lagi (insyaAllah) udah lulus Sarjana. Terus kenapa?

Kuliah. Enak ya kuliah, kata orang-orang tua. Siapa yg bilang enak? Cape iya.

Tapi kan entar gampang dapet kerjaan? kata orang-orang tua, lagi. Iya insya Allah.

Semua orang menganggap segalanya mudah dan berjalan sesuai rencana, abis sekolah – kuliah – cari kerja – mapan – nikah – punya anak – ngabisin masa tua – meninggal dengan tenang.

Dan dengan (ngga) tahu dirinya gue menilai orang lain dengan perspektif gue sendiri, yang menurut gue bener. Iyalah. Siapa mereka nentuin gue mau gimana dan kemana? Ego. Ugh.

Entah, mungkin karena gue udah bisa kuliah dan jajan dengan uang yang gue hasilkan sendiri, terkadang membuat rasa ego menjadi lebih dari kadar seharusnya. Dan membuat gue (seringkali) menjadi sangat egois dan (ngga) tahu diri.

Contohnya, besok Senin udah mulai acara kepanitiaan yang udah gue pegang, dan sangat (ngga) tahu diri, gue malah kabur ke luar kota yang nggak ada sinyalnya dan baru pulang tadi pagi. Barulah menyalakan segala macam gadget dan kemudian membludaklah ratusan pesan, baik dari acara maupun dari para customer yang (mudah-mudahan) masih menunggu. Saking (ngga) tahu diri, malah gue tinggal tidur saking capenya.

Yaudahlah.

Sepertinya ada yang salah di pikiran gue, entah cara pandang, ataukah gue emang beda dari orang normalnya. Tapi selama gue masih baik-baik aja, dan (semoga) nggak ada orang lain yang gue rugikan, ya lanjut.

PS: Doakan semoga si ego-egoan ini mulai menurun kadarnya dan hilang sama sekali…

Yaudah.

(ngga) Tahu Diri